Home Kabupaten Lebak Ijin Lingkungan Rumah Sakit Kartini Diduga Cacat Hukum

Ijin Lingkungan Rumah Sakit Kartini Diduga Cacat Hukum

by Redaksi Pantaubanten

Pantau Lebak – Bangunan Rumah Sakit Kartini yang berdiri megah, tepatnya di Blok Papanggo, Kelurahan Cijoro Pasir, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten, menjadi sorotan sejumlah aktivis juga masyarakat terkait ijin lingkungan dan setatus tanah serta ijin bangunan Rumah Sakit Kartini. Hal tersebut, berawal pengungkapan adanya polemik bangunan ruang tunggu yang dibangun di Sempadan Sungai yang saat ini mulai terungkap hingga kepada berkas setatus tanah.

Menurut sumber yang dapat dipercaya berinisial N salah seorang tokoh yang mengetahui riwat wilayah Papanggo dan sekitarnya. Awalnya, sebelum Rumah sakit Katini dibangun, mereka (pihak RS Kartini -Red) mengurus ijin lingkungan yang mana pengkuannya itu merupakan ijin lingkungan klinik Bersalin. Waktu itu, ijin lingkunganya dikeluarkan oleh Kelurahan Cijoro Pasir. Namun, tiba tiba, kata ia, Klinik Bersalin tersebut berubah menjadi Rumah sakit Kartini.

” Seharusnya jika ada perubahan bangunan, ijin lingkunya juga harus di rubah atau diperbaharui. Tapi ketentuan itu tidak ditempuh oleh yang punya Rumah Sakit Kartini. Bahkan, orang orang yang rumahnya dekat dengan Rumah Sakit Kartini tidak pernah dilibatkan dalam penanda tanganan surat ijin lingkungannya,” ungkapnya.

Sebelumnya diberitakan, seorang Tokoh Masyarakat Papanggo Desa Cijoro Pasir, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten menceritakan jejak Sejarah awal mula terbentuknya hamparan tanah yang dinamakan “Kali Mati” hingga berdirinya bangunan Rumah Sakit Kartini.

Menurut N, pada jaman dahulu sebelum Indonesia Merdeka, Sungai ciujung mempunyai anak sungai yang mengalir mulai dari Lebak Pasar ke Kebon Kopi, Salahaur, Papanggo, Malang nengah dan berahir kembali di Ciujung yang sekarang menjadi Jembatan By Pass.

Seiring perubahan jamam serta bertambahnya populasi Penduduk terutama yang berdomisili di Kampung Lebak Pasar dan kebon kopi, dibarengi dengan desakan kebutuhan sarana dan prasarana penduduk tentang hunian, maka sedikit demi sedikit bantaran sungai dimanpaatkan sebagai tempat tinggal oleh masyarakat.

Baca Juga  Desakan Bongkar Bangunan di RS Kartini di Sempadan Sungai, Satpol PP Lebak Menunggu Intruksi PUPR

Ditambah pada waktu itu tidak disiplinya masyarakat dalam membuang sampah kesungai. Ahirnya aliran sungai menjadi tersumbat sehingga orang menyebutnya dengan sebutan “Kali Mati”.

Setelah sekian lama air tidak mengalir ahirnya sungai tersebut menjadi Kalimati atau Tanah timbul (tanah tidak bertuan) dan mejadi milik Negara dibawah naungan Sumber Daya Air (SDA) Sub bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Lebak.

Karena bertahun tahun tanah tersebut dibiarkan tidak terurus. Akhirnya pada waktu itu, masyarakat berinisiatip untuk menggarapnya.

Berawal dari situlah masyarakat mengurus tanah tersebut ke Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk dibuatkan sertifikat Hak Guna Pakai sementara dan hanya melunasi pajaknya melalui Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT).

Namun, kata ia, sangat disayangkan Tanah Negara itu diduga banyak yang diperjual belikan, padahal status tanah tersebut ada yang berupa Sertipikat ada juga yang SPPT. Padahal dalam ketentuan sertifikat hak guna pakai itu aturanya tidak boleh dijual belikan. Sebab, sewatu waktu apabila Negara membutuhkan itu harus dikembalikan.

Namun, kata ia, rupanya ketentuan itu sepertinya tidak berlaku bagi warga Papanggo bernama Bada (Alm). Dimana almarhum Bada pada waktu itu memiliki lahan yang bersertifikat seluas 600 Meter, kemudian dijual kepada Bos Yanto yakni salah seorang CEO Rumah Sakit Kartini.

” Sementara untuk lahan parkiran dan Ruang tunggu pasien, itu dibelinya dari masyarakat berupa SPPT,” kata N. (*Welly)

You may also like

Leave a Comment